Minggu, 30 Agustus 2015

Drama Singkat tentang Mencontek 6 orang




 

 DRAMA SINGKAT TENTANG MENCONTEK


Judul         :     Maaf, Arga
Tema        :     Persahabatan
Tokoh        :     
 -     Arga                                   :     Fauzi A.
-        Supri                                  :     Luthan Candra W.
-        Anjas (kelas IX)                :     Dimas Maliki
-        Bimo (kelas IX)                :     Fajar H.
-        Bu Maria (guru IPA)        :     Salsa Alyanda
-        Bu Linda (guru BP)         :     Sukma Dwi A.

Arga dan Supri adalah teman baik, kemanapun mereka selalu bersama. Mereka juga selalu belajar bersama. Arga menduduki peringkat 1 di kelasnya, sedangkan Supri menduduki peringkat 3.
Suatu hari, Bu Maria membagikan hasil ulangan IPA.
Bu Maria     : Arga!! Supri!! (sambil memberikan kertas ulangan)
Setelah seluruh hasil ulangan selesai dibagikan..
Supri            : Lihat!! Arga, aku mendapatkan nilai 100.! (menunjukkan kertas ulangan)
Arga             : Hebat! Aku saja hanya mendapatkan 80..
Supri            : Hm,, Arga, kupikir..Mulai sekarang kita tidak perlu belajar bersama lagi, deh..
Arga             : Lho? Kenapa begitu??
Supri            : Kupikir tanpa harus belajar bersama, aku pasti bisa menyaingimu.. (lalu pergi meninggalkan Arga)

Arga merasa dia diremehkan, lalu Arga berjalan keluar kelas melewati bangku Supri yang kosong.
Tanpa sengaja Arga melihat selembar kertas bertuliskan notasi lagu, tetapi hanya memakai nada do-re-mi-fa. Karena penasaran, Arga lalu mengambil kertas itu dan membawanya ke kantin.
Di kantin, Arga memandangi kertas itu dengan teliti. Diam-diam Arga mencoba melagukan notasi itu.
Tiba-tiba Anjas datang.

Anjas           : Lagu apa yang sedang kamu gumamkan? Ko nadanya aneh.
Arga             : Ini. (menunjukkan kertas) Aku mendapatkannya di loker meja Supri.
Anjas           : Supri sahabatmu?
Arga             : Ya, tapi tampaknya ia tidak mengakuiku sebagai sahabatnya lagi.
Anjas           :  Kenapa begitu?
Arga             :  Saat ulangan IPA, aku mendapat nilai 80, dan Supri mendapat nilai 100. Lalu tiba-tiba Supri mendatangiku dan bilang kalau ia tidak mau belajar bersama lagi..
Anjas           :  Aneh,, boleh aku minjam kertas itu? (menunjuk kertas)
Arga             : Ya (menyerahkan kertas)

Anjas memperhatikan kertas itu dengan teliti, lalu berkata.

Anjas           :  Melihat kertas ini, aku jadi ingat cara Bu Linda saat mengoreksi ulangan kami. Bu Linda mengganti pilihan jawaban A, B, C, dan D dengan notasi do-re-mi-fa. Dan rasanya aku pernah melihat Bimo menulis notasi seperti ini.
Arga             :  Benarkah? Jangan-jangan.. (berdiri)
Anjas           :  Ya, sepertinya mereka curang!! (berdiri) Ayo, kita lapor. (menarik tangan Arga)
Arga             :  Tapi.. Aku tidak tega..
Anjas           :  Kecurangan ini harus diakhiri!

Mereka berdua akhirnya melapor pada Bu Linda, guru BP

Anjas           :  Ibu, saat Ulangan IPA kemarin, di kelas 8E ada yang curang, Bu!!
Bu Linda     :  Curang bagaimana??
Anjas           :  Supri mencontek menggunakan kertas ini. (menyerahkan kertas)
Bu Linda     :  (mengambil kertas) Apa ini kunci jawaban?
Arga             :  IYA, dan notasi itu berjumlah 50, sama seperti jumlah soal IPA..
Bu Linda     : Hm, baiklah, menurut kalian dari mana Supri mendapatkan kunci jawaban ini?
Anjas           :  Dari Bimo, Bu! Saya pernah melihat Bimo menulis notasi yang serupa dengan ini! Dan seingat saya, Bimo bekerja  di Bina Karya, tempat percetakan soal ulangan di sekolah ini.
 Bu Linda    :  Hm akan Ibu katakan ini pada Bu Maria.
Arga             : Baik, terima kasih Bu..
Bu Linda     :  Dan suruh Bimo dan Supri ke BP!!

Di kantor guru..

Bu Linda     :  Maria, sepertinya di kelas 8E ada yang mencontek saat ulangan IPA..
Bu Maria     :  Benarkah? Siapa?
Bu Linda     : Arga dan Anjas menceritakannya, mereka menemukan kertas ini di loker meja Supri.
Bu Maria     :  Jadi Supri mencontek?? Ia mendapatkan nilai 100 saat ulangan IPA.
Bu Linda     : kemungkinan besar begitu. Dan Supri mendapatkan ini dari Bimo! Bimo kan bekerja di Bina Karya..
Bu Maria     : Kalau begitu, aku harus membuatkan soal yang baru lagi untuk Supri.
Bu Linda     :  Ya, dan Aku tadi memanggil mereka berdua ke ruang BP. Ayo, mereka mungkin sudah menunggu.

Di ruang BP

Bu Maria     :  Supri, apa benar kamu mencontek?
Supri            :  Hm.. Ng.. Iyaa,, Bu.. (gugup)
Bu Linda     : Dari mana kamu mendapatkan kunci jawaban itu?
Supri            :  Dari.... Bimo, Bu....
Bu Maria     : Benarkah Bimo?
Bimo            :  Iya..
Bu Maria     :  Kenapa kamu mau memberikan kunci jawaban itu?
Bimo            :  Karena.... Supri berjanji akan melunasi SPP saya selama sebulan..
Bu Linda     :  Dan Supri melunasinya?
Bimo            : Tidak..
 Bu Linda    :  Supri, mengapa kamu tidak menepati janjimu?
Supri            :  Tidak apa-apa.. Tapi, untuk apa saya menepatinya, karena pasti Bu Maria tidak mau mengakui nilai saya..
Bu Maria     :  Ibu memang tidak akan mengakui nilai kamu, karena kamu curang. Tapi, untuk janjimu, bagaimana pun juga kamu harus menempatinya.
Supri            :  Baik, Bu.
Bu Maria     :  Nah, hukuman untuk kalian berdua, tulis 100 nama ilmiah makhluk hidup. Dan tambahan untuk Supri, kamu harus mengulang ulanganmu. Mengerti?
 Supri           :  Baik, Bu...

Keluar dari ruang BP, Supri mengejar Arga

Supri            :  Arga!!
Arga             :  Ya, ada apa?
Supri            :  Kamu ya yang bilang ke Ibu Maria dan Ibu Linda kalau aku mencontek!!
Arga             :  Ya, maaf ya Supri.. Aku hanya ingin kamu sadar..
Supri            :  Tidak apa-apa ko.. aku justru senang punya teman seperti kamu.. Maaf ya dengan kata-kataku tadi...
Arga             : Tidak apa-apa..
Supri            : Kita belajar bareng lagi, oke?
Arga             : Siap bos..

Mereka lalu tertawa bersama


Pesan moral yang dapat diambil dari kisah ini :
  1.  Tolong-menolonglah dalam kebaikan, jangan tolong-menolong dalam keburukan
  2. Jangan mengharapkan hasil yang baik tanpa kerja keras
  3. Setialah pada sahabatmu
  4. Jangan meniru teknik mencontek diatas!!
  5. Jangan ragu melaporkan/menasehati temanmu yang salah
  6. Dan lain-lain
  Sebenarnya ini naskah drama saya waktu kelas 1 SMP dulu sih.... Ceritanya saya ambil dari majalah dalam bentuk cerpen, terus saya ubah menjadi naskah drama :p silakan dibaca atau kalau mau dicopas jg silakan :) semoga bermanfaat, 
sumber cerita : majalah bobo


Perilaku Menyimpang pada Remaja dan Solusinya

Perilaku Menyimpang pada Remaja dan Solusinya




Masalah Remaja Di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SLTP/ SLTA selalu mendapat banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku. Berikut ada lima daftar masalah yang selalu dihadapi para remaja di sekolah 

1.    Perilaku Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.

2.    Perilaku menyimpang (behaviour disorder). Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.

3.    Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SLTP/SLTA).

4.    Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder). Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain.

5.    Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hyperactif. Remaja di sekolah yang hyperactif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hyperactif tersebut tidak memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan temannya.

Peranan Lembaga Pendidikan Untuk tidak segera mengadili dan menuduh remaja sebagai sumber segala masalah dalam kehidupan di masyarakat, barangkali baik kalau setiap lembaga pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) mencoba merefleksikan peranan masing-masing.
Pertama, lembaga keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama dan pertama.
Kehidupan kelurga yang kering, terpecah-pecah (broken home), dan tidak harmonis akan menyebebkan anak tidak kerasan tinggal di rumah. Anak tidak mersa aman dan tidak mengalami perkembangan emosional yang seimbang. Akibatnya, anak mencari bentuk ketentraman di luar keluarga, misalnya gabung dalam group gang, kelompok preman dan lain-lain. Banyak keluarga yang tak mau tahu dengan perkembangan anak-anaknya dan menyerahkan seluruh proses pendidikan anak kepada sekolah. Kiranya keliru jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tercukupnya kebutuhan-kebutuhan materiil menjadi jaminan berlangsungnya perkembangan kepribadian yang optimal bagi para remaja.
Kedua, bagaimana pembinaan moral dalam lembaga keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kontras tajam antara ajaran dan teladan nyata dari orang tua, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh panutan di masyarakat akan memberikan pengaruh yang besar kepada sikap, perilaku, dan moralitas para remaja. Kurang adanya pembinaan moral yang nyata dan pudarnya keteladanan para orangtua ataupun pendidik di sekolah menjadi faktor kunci dalam proses perkembangan kepribadian remaja. Secara psikologis, kehidupan remaja adalah kehidupan mencari idola. Mereka mendambakan sosok orang yang dapat dijadikan panutan. Segi pembinaan moral menjadi terlupakan pada saat orang tua ataupun pendidik hanya memperhatikan segi intelektual. Pendidikan disekolah terkadang terjerumus pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajaran, sehingga melupakan segi pembinaan kepribadian penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap.
Ketiga, bagaimana kehidupan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat apakah mendukung optimalisasi perkembangan remaja atau tidak. Saat ini, banyak anak-anak di kota-kota besar seperti Jakarta sudah merasakan kemewahan yang berlebihan. Segala keinginannya dapat dipenuhi oleh orangtuanya. Kondisi semacam ini sering melupakan unsur-unsur yang berkaitan dengan kedewasaan anak. Pemenuhan kebutuhan materiil selalu tidak disesuaikan dengan kondisi dan usia perkembangan anak. Akibatnya, anak cenderung menjadi sok malas, sombong, dan suka meremehkan orang lain.
Keempat, bagaimana lembaga pendidikan di sekolah dalam memberikan bobot yang proposional antara perkembangan kognisi, afeksi, dan psikomotor anak.
Akhir-akhir ini banyak dirasakan beban tuntutan sekolah yang terlampau berat kepada para peserta didik. Siswa tidak hanya belajar di sekolah, tetapi juga dipaksa oleh orangtua untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan mengikuti les tambahan di luar sekolah. Faktor kelelahan, kemampuan fisik dan kemampuan inteligensi yang terbatas pada seorang anak sering tidak diperhitungkan oleh orangtua. Akibatnya, anak-anak menjadi kecapaian dan over acting, dan mengalami pelampiasan kegembiraan yang berlebihan pada saat mereka selesai menghadapi suasana yang menegangkan dan menekan dalam kehidupan di sekolah.
Kelima, bagaimana pengaruh tayangan media massa baik media cetak maupun elektronik yang acapkali menonjolkan unsur kekerasan dan diwarnai oleh berbagai kebrutalan. Pengaruh-pengaruh tersebut maka munculah kelompok-kelompok remaja, gang-gang yang berpakaian serem dan bertingkah laku menakutkan yang hampir pasti membuat masyarakat prihatin dan ngeri terhadap tindakan-tindakan mereka. Para remaja tidak dipersatukan oleh suatu identitas yang ideal. Mereka hanya himpunan anak-anak remaja atau pemuda-pemudi, yang malahan memperjuangkan sesuatu yang tidak berharga (hura-hura), kelompok yang hanya mengisi kekosongan emosional tanpa tujuan jelas.

Apa Jalan Keluar Kita?

Siswa-siswi SLTP/SLTA adalah siswa-siswi yang berada dalam golongan usia remaja, usia mencari identitas dan eksistensi diri dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pencarian identitas itu, peran aktif dari ketiga lembaga pendidikan akan banyak membantu melancarkan pencapaian kepribadian yang dewasa bagi para remaja. Ada beberapa hal kunci yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan.
Pertama, memberikan kesempatan untuk mengadakan dialog untuk menyiapkan jalan bagi tindakan bersama.
Sikap mau berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan masyarakat dengan remaja pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. Dalam hati sanubari para remaja tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang tua. Tetapi sering kerinduan itu menjadi macet bila melihat realitas mereka dalam keluarga, di sekolah ataupun dalam lingkungan masyarakat yang tidak memungkinkan karena antara lain begitu otoriter dan begitu bersikap monologis. Menyadari kekurangan ini, lembaga-lembaga pendidikan perlu membuka kesempatan untuk mengadakan dialog dengan para remaja, kaum muda dan anak-anak, entah dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Kedua, menjalin pergaulan yang tulus. Dewasa ini jumlah orang tua yang bertindak otoriter terhadap anak-anak mereka sudah jauh berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu sikap memanjakan anak secara berlebihan. Banyak orang tua yang tidak berani mengatakan tidak terhadap anak-anak mereka supaya tidak dicap sebagai orangtua yang tidak mempercayai anak-anaknya, untuk tidak dianggap sebagai orangtua kolot, konservatif dan ketinggalan jaman.
Ketiga, memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati. Ada begitu banyak orangtua yang mengira bahwa mereka telah mencintai anak-anaknya. Sayang sekali bahwa egoisme mereka sendiri menghalang-halangi kemampuan mereka untuk mencintaianak secara sempurna. "Saya telah memberikan segala-galanya", itulah keluhan seorang ibu yang merasa kecewa karena anak-anaknya yang ugal-ugalan di sekolah dan di masyarakat. Anak saya anak yang tidak tahu berterima kasih, katanya.
Yang perlu dipahami bahwa setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai. Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan "kasih sayang" yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa aman, dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para remaja akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan pendapatnya.
Lewat kondisi dan suasana hidup dalam keluarga, lingkungan sekolah, ataupun lingkungan masyarakat seperti di atas itulah para remaja akan merasa terdampingi dan mengalami perkembangan kepribadian yang optimal dan tidak terkungkung dalam perasaan dan tekanan-tekanan batin yang mencekam. Dengan begitu gaya hidup yang mereka tampilkan benar-benar merupakan proses untuk menemukan identitas diri mereka sendiri yang sebenarnya.

sumber : blogger

Halo Angel Wings Kaoani